Senin, 22 Mei 2017

Kala Meriam Asal Tiongkok Renggut Nyawa Prajurit TNI

TNI harus investigasi menyeluruh. Jangan membuat mereka mati sia-sia http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2017/05/18/591d8acd71812-pemakaman-seorang-prajurit-tni-yang-gugur-saat-latihan-di-natuna_663_382.jpgPemakaman seorang prajurit TNI yang gugur saat latihan di Natuna pada 17 Mei 2017. [ANTARA FOTO/Aji Styawan]

Tentara Nasional Indonesia cepat-cepat menyampaikan keterangan pers ihwal insiden meledaknya sebuah meriam yang menewaskan empat prajurit dalam suatu latihan tempur di Natuna, Kepulauan Riau. Investigasi pun langsung dibentuk untuk mencari tahu apa yang menyebabkan kecelakaan maut itu terjadi sehingga merenggut nyawa sejumlah prajurit TNI itu.

Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal Mulyono, membenarkan kabar yang menyebutkan bahwa meriam Giant Bow yang meledak itu buatan perusahaan militer Tiongkok. “Giant Bow, senjata rudal dari China (Tiongkok),” katanya dalam konferensi pers di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis, 18 Mei 2017.

Mulyono menepis desas-desus soal kualitas buruk kanon itu, terutama karena buatan Tiongkok. Meriam yang malfungsi, katanya, hanya satu. Sementara meriam sejenis yang digunakan dalam latihan pendahuluan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat itu ada sembilan unit. Artinya delapan meriam yang lain baik-baik saja alias berfungsi normal.

Namun dia berterus terang belum mengetahui pasti penyebab satu meriam Giant Bow gagal fungsi sehingga membunuh empat prajuritnya dan melukai delapan yang lain. “Itu yang kami investigasi," kata Mulyono menjawab spekulasi penyebab insiden akibat kelalaian prajurit atau murni senjatanya yang bermasalah.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Alfret Denny Tuejeh, memastikan senjata itu berfungsi normal sebelum digunakan latihan, meski belum mengetahui pasti penyebab gagal fungsi.

Namun secara teknis, Meriam 23mm/Giant Bow yang digunakan dalam latihan tersebut masih dalam kondisi baik dan dipelihara dengan baik di satuan Yonarhanud-1/K (Batalion Artileri Pertahanan Udara Ringan 1/Kostrad),” kata Denny dikutip dari laman resmi TNI Angkatan Darat, Tniad.mil.id, pada Kamis siang.

 Konflik kawasan 
Dewan Perwakilan Rakyat mengingatkan TNI agar tak menganggap enteng insiden yang disebut hanya satu senjata yang malafungsi. Bukan urusan satu atau seribu senjata. Masalahnya adalah satu meriam itu bagian dari sistem besar pertahanan nasional.

Masalah lagi karena insiden itu terjadi di Natuna, kawasan strategis sekaligus dianggap ujung tombak pertahanan Indonesia terutama dari sengkarut sengketa Laut Tiongkok Selatan. Indonesia memang tak terlibat dalam sengketa wilayah itu. Tetapi, selain Tiongkok, empat negara (Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia) yang bersengketa adalah negara tetangga Indonesia.

Alutsista (alat utama sistem persejataan TNI) dan peralatan tempur yang disiagakan harus dalam kondisi prima dan siaga tempur saat krisis terus meningkat di Laut China Selatan," kata Ketua Komisi Pertahanan DPR, Abdul Kharis Almasyhari, melalui keterangan tertulis pada Kamis, 18 Mei 2017.

Parlemen menganggap fatal kalau ternyata alutsista TNI yang ditempatkan di kawasan strategis itu bermasalah. Karena di sanalah pertahanan paling depan dan paling vital jika sewaktu-waktu terjadi kontak senjata antara negara-negara yang bersengketa di Laut Tiongkok Selatan.

Tiongkok memang negara paling berkepentingan di kawasan itu. Sementara Indonesia menggunakan senjata yang dibuat negeri Tirai Bambu sebagai bagian sistem pertahanan, dan ternyata bermasalah.

"Pasti yang dikasih bekas-bekasnya, atau rusak-rusaknya. Tak mungkin dia (Tiongkok) pasang (menjual) alatnya (senjata buatannya) yang dia tak bisa lawan," kata Elnino M Husein Mohi, anggota Komisi Pertahanan DPR, dalam kesempatan terpisah di kompleks Parlemen di Jakarta.

Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR, Tubagus Hasanuddin, berpendapat lebih bijak. Meriam Giant Bow, katanya, sebenarnya bukan senjata usang. Soalnya kanon itu dibeli TNI pada 2008 yang berarti sudah sembilan tahun. “Masih layak, atau menurut hemat saya, sangat layak.

Lagi pula, kata Hasanuddin, senjata TNI Angkatan Darat yang berusia 50 tahun masih lazim digunakan sampai sekarang. "Jadi, kalau disebut usang, memang belumlah,” ujarnya.

Purnawirawan mayor jenderal TNI itu berjanji bahwa Komisi I DPR secepatnya meminta penjelasan Angkatan Darat berdasarkan hasil investigasi. Hasil penyelidikan amat penting sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah selanjutnya bagi TNI maupun pemerintah.

Alfret Denny Tuejeh memastikan aparatnya sudah mengerahkan tim untuk menginvestigasi peristiwa malafungsi meriam Giant Bow. Tapi dia tak menyebutkan hasil penyelidikan itu akan diumumkan kepada publik. “Hasil investigasi yang dilakukan oleh tim dari TNI AD,” katanya dikutip dari laman Tniad.mil.id, “nantinya akan dilaporkan kepada Panglima TNI.

 Diklaim senjata spektakuler 
Meriam termasuk senjata andalan yang digunakan Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) TNI Angkatan Darat. TNI memiliki 18 unit meriam Giant Bow yang tersebar di Satuan Arhanud se-Indonesia. Sembilan di antaranya ditempatkan di Markas Batalion Artileri Pertahanan Udara Ringan 1/Kostrad di Serpong, Tangerang, Banten.

Meriam jenis Giant Bow yang disebutkan mengalami gagal fungsi dalam gladi bersih Latihan PPRC di Tanjung Datuk Natuna Kepulauan Riau, Rabu (17/5/2017)

Tak ada keterangan spesifik—minimal yang disampaikan kepada publik—yang menjelaskan alasan TNI membeli senjata itu dari perusahaan militer Norinco yang berbasis di Tiongkok. Namun berdasarkan ulasan singkat di laman Komando Daerah Militer Cendrawasih, Kodam17cenderawasih.mil.id, TNI rupanya kesengsem dengan klaim keunggulan senjata itu.

TNI bahkan menyebut meriam Giant Bow “memiliki kecepatan tembak yang spektakuler” dan “senjata yang sangat efektif untuk melawan sasaran udara yang terbang rendah”. Giant Bow salah satu senjata yang dikategorikan twin gun karena memiliki laras ganda.

Meriam itu juga memiliki mobilitas yang sangat tinggi dalam pengoperasiannya alias mudah digerakkan dan ditempatkan di berbagai medan. Kecepatan luncur proyektilnya 970 meter per detik. Jarak tembaknya, maksimum 1.500 meter untuk sudut vertikal dan maksimum 2.000 meter untuk sudut horizontal. Secara teori, meriam itu dapat menembakkan 1.500–2.000 proyektil dalam waktu satu menit saja.

Meriam Giant Bow ini sendiri mampu menjatuhkan berbagai jenis helikopter tempur dan pesawat,” sebagaimana dikutip dari laman itu.

http://4.bp.blogspot.com/_En-sxfOkXP8/SiYIYZRuRQI/AAAAAAAABvw/hx8T3sp2Q8A/s400/BCV+Giant+Bow+by+Bobo.bmpBCV Giant Bow TNI AD [Angkasa]

Keunggulan lain senjata perontok pesawat dan helikopter tempur itu dapat dioperasikan dalam tiga mode, yaitu mode otomatis penuh, mode semi otomatis, dan mode manual. Dalam mode otomatis penuh, Giant Bow dikendalikan melalui perangkat pada kendaraan BCV (Battery Command Vehicle) sebagai firing control system untuk penembakan. Mode semi otomatis berarti dikendalikan dengan dukungan tenaga listrik dari baterai pada meriam. Sedangkan pada mode manual dikendalikan awak meriam sebanyak tujuh personel.

Sebagai salah satu senjata modern, Giant Bow juga memang dapat disandingkan dengan kendaraan BCCV (Battery Command and Control Vehicle). Dapat dikendalikan sebanyak empat sampai delapan pucuk secara bersamaan dari jarak jauh.

Dalam pengoperasian dengan BCCV, setiap pucuk tidak memerlukan jasa juru tembak, tetapi semua keputusan tembakan dilakukan secara terpusat dari truk komando BCCV.

 Karakteristik Giant Bow: 

http://www.indomiliter.com/wp-content/uploads/2017/05/2-3.jpgBCCV Giant Bow TNI AD [indomiliter]

Produksi: Norinco, Cina
Kaliber: 23 milimeter
Jenis amunisi: HEI-T dan API-T
Jumlah laras: dua buah
Kecepatan awal: 970 meter per detik
Jarak maksimal vertikal: 1500 meter
Jarak masksimal horizontal: 2000 meter
Rata-rata tembakan: 600–2000 butir per menit
Sudut elevasi: –5 sampai 90 derajat
Lebar siap tempur roda terlipat: 2,88 meter
Lebar siap angkut: 1,83 meter
Sudut putar: 360 derajat
Berat total: 1.250 kilogram
Tinggi dalam keadaan terkunci: 1,22 meter
Tinggi siap angkut: 1,83 meter

 Menembak Liar 
TNI Diingatkan agar Alutsista Tak Jadi Peti Mati PrajuritPenyebab satu meriam Giant Bow itu malfungsi masih misteri. Soalnya sebelum digunakan latihan tempur, semua meriam berfungsi baik. Saat tak digunakan atau ketika disimpan di markas pun selalu diperiksa dan dirawat rutin.

Para prajurit yang dilatih untuk mengawaki atau mengoperasikan senjata itu pun rutin berlatih. Mereka pun dipilih diberangkatkan ke Natuna karena sudah terlatih, bukan prajurit yang sama sekali tak pernah menyentuh meriam itu.

Kita selalu lakukan pengecekan sebelum digunakan. Pelaksanaan (latihan pendahuluan hari pertama Pasukan Pemukul Reaksi Cepat di Natuna) tidak ada masalah," kata Alfret Denny Tuejeh di Jakarta pada Kamis.

Entah akibat faktor apa satu meriam itu malah bermasalah kemudian. Denny mengatakan, "Meriam itu tiba-tiba tidak berfungsi dan menembak sembarangan, jadi liar.” Tembakan liar itu mengarah ke sejumlah prajurit sehingga empat meninggal dunia dan delapan luka-luka.

Denny menjelaskan lebih spesifik bagian yang bermasalah pada meriam itu, yakni pembatas laras tembak. Pembatas itu tak berfungsi sehingga arah tembakan berubah lalu mengenai sejumlah prajurit di lokasi.

 Berikut ini identitas korban: 

Meninggal dunia

1. Kapten Arh Heru Bayu
2. Prajurit Kepala Edy
3. Prajurit Satu Marwan
4. Prajurit Satu Ibnu

Luka-luka

1. Sersan Dua Alfredo Siahaan
2. Sersan Satu Blego
3. Prajurit Dua Wahyu Danar
4. Prajurit Satu Bayu Agung
5. Prajurit Satu Ridai
6. Prajurit Satu Didik
7. Prajurit Kepala Edi Sugianto
8. Pembantu Letnan Dua Dawid (ren)

 Diingatkan agar Alutsista Tak Jadi Peti Mati Prajurit 
Meriam jenis Giant Bow yang disebutkan mengalami gagal fungsi dalam gladi bersih Latihan PPRC di Tanjung Datuk Natuna Kepulauan Riau, Rabu (17/5/2017)Meriam Giant Bow TNI AD [VIVA.co.id/istimewa]

Tentara Nasional Indonesia diingatkan agar alat utama sistem persenjataan (alusista) yang dimiliknya tak menjadi senjata makan tuan bagi prajurit.

Insiden malfungsi sebuah meriam jenis Giant Bow buatan Tiongkok yang menewaskan empat prajurit di Natuna, Kepulauan Riau, harus menjadi peringatan agar TNI cermat memilih senjata.

"Yang jadi pertaruhan bukan pertahanan kita saja tapi keselamatan prajurit harus jadi prioritas. Jangan sampai alutsista jadi peti mati bagi prajurit," kata anggota Komisi Bidang Pertahanan DPR, Charles Honoris, saat dihubungi VIVA.co.id pada Senin, 22 Mei 2017.

DPR menunggu hasil investigasi insiden saat latihan pendahuluan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Natuna itu untuk mengetahui penyebab malfungsi karena faktor kelalaian prajurit atau memang senjatanya yang bermasalah.

"Apa betul karena alutsista bermasalah atau ada human error (kelalaian prajurit TNI). Sebelum investigasi, saya tak bisa banyak berkomentar," kata Charles.

 Bukan faktor buatan Tiongkok 

TNI sedang menginvestigasi peristiwa malfungsi meriam Giant Bow. Namun penyelidikan bukan karena alasan senjata itu produksi Tiongkok.

Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Alfret Denny Tuejeh, malfungsi senjata militer bisa terjadi pada produksi mana pun.

"Insiden di Natuna ini memang akan diinvestigasi, tetapi dalam rangka untuk mengetahui secara pasti penyebab kejadian ini. Bukan karena meriamnya produk China (Tiongkok). Produk negara mana pun kalau terjadi insiden serupa," ujar Alfret melalui pesan tertulis kepada VIVA.co.id pada 19 Mei 2017.

TNI, kata Alfret, selalu mengkaji kelayakan setiap alutsista. Ia memastikan TNI menyampaikan hasil investigasi kepada publik. Namun, ia menegaskan, investigasi sama sekali bukan untuk menyoroti kualitas alutsista asal Tiongkok.

 Kualitas Senjata disorot 

Kualitas alutsista produk Tiongkok kerap disorot. Sebuah peluru kendali (rudal) jenis C705 produksi Tiongkok terlambat meluncur ketika digunakan dalam latihan gabungan militer XXIV/2016 pada September 2016. Peristiwa itu bahkan disaksikan Presiden Joko Widodo.

Peristiwa termutakhir ialah sebuah meriam Giant Bow, produksi Tiongkok juga, malfungsi sehingga menembak liar tak terkendali lalu mengenai para prajurit saat latihan pendahuluan PPRC di Natuna pada 17 Mei 2017.

  Viva  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...